A. Hasud
Hasud atau dengki berbeda pengertiannya dengan iri hati. Iri hati artinya merasa ingin menguasai sesuatu yang dimiliki orang lain karena dirinya belum memiliki dan tidak mau ketinggalan. Irihati tidak diikuti dengan perbuatan mencelakakan orang lain tersebut. Iri hati hanya termasuk sifat tercela dan ada yang tidak. Berdasarkan hadis riwayat Bukhari-Muslim ada dua macam iri hati yang dibolehkan islam, yaitu iri hati kepada orang yang dianugerahi harta yang banyak kemudian harta itu digunakannya untuk hal-hal yang diridoi oleh Allah dan iri hati kepada orang yang diberi ilmu pengetahuan oleh Allah SWT, kemudian ilmu itu diamalkannya serta diajarkan pada orang lain.
Hasud atau dengki ialah rasa atau sikap tidak senang terhadap kerahmatan (kenikmatan) yang diperoleh orang lain dan berusaha untuk menghilangkannya atau mencelakakan orang lain tersebut. Seseorang yang beriman kepada qada’ dan qadar tentu tidak akan bersikapdengki kepada orang lain yang mempunyai kelebihan karena dia menyadari bahwa hal itu merupakan kehendak Allah SWT. Allah SWT berfirman:
”Adakah (patut) mereka iri hati (dengki) kepada manusia (Muhammad) atas karunia yang telah diberikan Allah kepada mereka.” (Q.S. An-Nisa’, 4:54)
Setiap muslim/muslimah wajib hukumnya menjauhi sifat tercela dan merupakan perbuatan dosa.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: ”janganlah kamu saling mendengki, saling memutuskan hubungan, saling membenci, dan saling membelakangi tetapi jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara, sebagaimana yang telah diperintahkan Allah kepadamu.” (H.R. Bukahari Muslim)
Kerugian atau bahaya yang ditimbulkan oleh sifat hasud antara lain:
1.dapat merusak iman orang yang hasud
2.dapat memutuskan hubungan persaudaraan dan menghapus segala kebaikan yang pernah dilaksanakan.
Rasulullah bersabda yang artinya:”jauhkanlah dirimu dari hasud karena sesungguhnya hasud itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (H.R. Abu Daud)
3.dapat menimbulkan kerugian atau bencana, baik bagi pendengki maupun orang yang didengki. Itulah sebabnya didalam Al-Qur’an Surah Al-Falaq, 113: 1,2, dan 5, orang-orang yang beriman diperintah untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT dari kejahatan pendengki apabila mendengki (hasud).
4.dapat merusak mental (hati) pendengki itu sendiri, sehingga kehidupan mereka menjadi selalu merasa gelisah dan tidak memperoleh ketentraman.
B. Riya’
Menurut pengertian bahasa riya’ artinya memperlihatkan (pamer). Yang dimaksud dengan riya’ ialah memperlihatkan suatu ibadah dan amal saleh kepada orang lain bukan kerena Allah, tetapi karena sesuatu selain Allah. Misalnya karena ingin memperoleh kemasyuran dan keuntungan dunia. Sedangkan memperdengarkan ucapan ibadah dan amal saleh kepada orang lain, dengan maksud seperti pada riya’ dinamai sum’ah (ingin didengar).
Riya’ dan sum’ah termaksud sifat tercela, merupakan syirik kecil yang hukumnya haram dan harus dijauhi oleh setiap Muslim/Muslimah. Rasulullah SAW bersabda yang artinya yaitui: ”sesuatu yang sangat aku takutkan yang akan menimpa kamu ialah syirik kecil. Nabi SAW ditanya tentang apa yang dimaksud dengan syirik kecil itu maka beliau menjawab; yaitu riya’.” (H.R. Ahmad)
Riya’ bisa terdapat dalam urusan keagamaan dan bisa pula dalam urusan keduniaan. Riya’ dalam urusan keagamaan, misalnya:
1.seorang melakukan salat berjamaah di masjid dengan maksud bukan ingin memperoleh keridoan Allah SWT, tetapi agar mendapat penilaian dari masyarakat sebagai Muslim yang taat. Orang seperti ini kalau berada sendirian biasanya tidak mau mengerjakan salat.
2.riya’ dalam urusan keduniaan misalnya: seseorang memperlihatkan kesungguhan dan kedisiplinannya dalam bekerja kepada atasannya, dengan tidak dilandasi nilai ikhlas kepada Allah SWT. Karena ia ingin dinilai baik oleh atasannya, lalu pangkatnya atau gajinya dinaikkan. Orang seperti ini bila pangkat atau gajinya tidak naik tentu kerjanya akan bermalas-malasan.
Setiap Muslim/Muslimah dilarang bersikap dan berperilaku riya’, karena riya’ akan mendatangkan kerugian atau bencana baik bagi pelakunya, dan mungkin juga bagi orang lain.
C. Aniaya
Perkataan aniaya berasal dari bahasa sansekerta yang artinya perbuatan bengis, penyiksaan atau zalim. Yang dimaksud dengan aniaya (zalim) ialah tidak adil (tidak menempatkan sesuatu dengan semestinya atau sesuai dengan ketentuan Allah SWT). Aniaya atau bengis yaitu suatu tindakan yang tidak manusiawi, yang bertentangan dengan hak asasi manusia. Allah SWT berfirman:
”Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.”(Q.S. Al-Baqarah, 2: 229)
Aniaya (zalim) termasuk sifat tercela yang dibenci Allah dan dibenci manusia serta termasuk perbuatan dosa yang dapat mnejatuhkan martabat diri pelakunya dan merugikan orang lain. Sifat aniaya atau zalim dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1.aniaya kepada Allah SWT dengan cara tidak mau melaksanakan perintah Allah yang wajib, dan meninggalkan larangan Allah yang haram
2.aniaya terhadap sesama manusia seperti, gibah (mengumpat), namimah (mengadu domba), fitnah, mencuri, merampok, melakukan penyiksaan, dan melakukan pembunuhan
3.aniaya terhadap binatang, misalnya menjadikan binatang sebagai sasaran latihan menembak, menelantarkan binatang peliharaan, dan menyembelih hewan dengan senjata yang tumpul.
4.aniaya terhadap diri sendiri, misalnya membiarkan diri sendiri dalam keadaan bodoh dan miskin karena malas, meminum-minuman keras, menyalah gunakan obat-obat terlarang (narkoba), menyiksa diri sendiri, dan bunuh diri.
Keburukan-keburukan perbuatan aniaya (zalim) dapat menimpa pelaku (penganiaya), orang yang dianiaya, dan masyarakat. Keburukan-keburukan yang akan dialami oleh penganiaya antara lain:
1.tidak akan disenangi bahkan akan dibenci masyarakat
2.hidupnya tidak akan tenang, karena dibayangi rasa takut
3.mencemarkan nama baik dirinya dan keluarganya
4.orang yang berbuat aniaya seperti merampok dan membunuh, apbila perbuatan aniayanya diketahui oleh alat negara lalu ditangkap dan diadili, maka tentu ia akan dijatuhi hukuman, misalnya dipenjarakan.
5.para pelaku aniaya itu, jika tidak bertobat dengan tobat yang sesungguh-sungguhnya, maka dialam akhiratnya ia akan dicampakkan kedalam api neraka
”Maka Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Maidah, 5:39)
Keburukan-keburukan yang akan dialami orang yang dianiaya dan masyarakat anatara lain:
1.orang yang dianiaya akan mengalami kerugian dan bencana sesuai dengan jenis penganiayaan terhadap dirinya, misalnya kehilangan harta benda, menderita sakit fisik dan mental bahkan sampai kehilangan jiwa
2.bila penganiayaan itu terjadi dimana-mana maka masyarakat tidak akan memperoleh kedamaian dan ketentraman
3.semangat dan gairah kerja masyarakat akan menurun, karena mereka akan dibayangi rasa takut terhadap perbuatan-perbuatan jahat orang zalim
4.jika dalam suatu masyarakat atau negeri jumlah orang-orang yang zalimnya mayoritas dan mereka tidak bertobat maka tidak mustahil Allah SWT akan menurunkan azab-Nya
”Dan Sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat sebelum kamu, ketika mereka berbuat kezaliman, Padahal Rasul-rasul mereka telah datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka sekali-kali tidak hendak beriman. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat dosa.”
D. Diskriminasi
Kata diskriminasi berasal dari bahasa Belanda ”discriminatie” yang artinya pemisahan atau perbedaan. Mengacu pada UU RI No. 39 thn 1999 tentang HAM Bab I pasal 1, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas alasan agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan, politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dalam kehidupan, baik individual atau kolektif dalam bidang politik ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Allah memerintahkan Muslim/Muslimah untuk selalu berlaku adil, tidak membedakan perlakuan meskipun terhadap kerabat, begitu juga terhadap orang yang tidak kita sukai, karena berlaku adil itu lebih dekat kepada takwa. Diskriminasi adalah perbuatan zalim dan tercela karena akan mendatangkan kerugian kepada orang yang diperlakukan diskriminatif. Sang pelaku sendiri juga akan mendapat azab Allah, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.
Diskriminasi bisa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam kehidupan keluarga, bertetangga, bermasyarakat, dan bernegara. Misalnya:
1.Orangtua yang membeda-bedakan perlakuan terhadap anak-anaknya adalah contoh perilaku diskriminasi dalam keluarga. Misalnya anak perempuan tidak disekolahkan karena dianggap tidak perlu, padahal orang tua mampu dan sianak juga ingin sekolah.
2.Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, perilaku diskriminasi itu misalnya jika pemerintah hanya melindungi golongan tertentu. Padahal pemerintah wajib melindungi seluruh rakyatnya tanpa kecuali.
0 komentar:
Posting Komentar